Sunday, 9 January 2011

Tugas Kuliah Kala Itu (Saat Semiotika begitu Digandrungi)


Ikonisitas dalam Metafora  pada Puisi 
Definisi Cinta, Setelah Sepatu Bata menginjak Bulan
dalam Buku Kumpulan Puisi Saut Kecil Bicara dengan Tuhan
Karya Saut Situmorang
Perspektif Semiotika Charles Sanders Pierce

1. Latar Belakang
Semiotika merupakan bidang studi yang mempelajari makna  atau arti dari suatu tanda atau lambang (Sobur, 2004:11). Tanda adalah basis dari seluruh komunikasi. Manusia dengan perantaraan tanda-tanda dapat melakukan komunikasi dengan sesamanya sehingga banyak hal yang dapat dikomunikasikan. Bahasa, dalam perspektif semiotika, hanyalah salah satu sistem tanda-tanda (Budiman, 2005:37).      
Charles Sanders Pierce merupakan seorang filsuf dan ahli logika, Amerika. Dia berkehendak untuk menyelidiki apa dan bagaimana proses bernalar manusia. Teori tentang tanda dilandasi oleh tujuan besar ini sehingga tidak mengherankan jika semiotika tidak lain merupakan sinonim bagi logika (Budiman, 2005: 34). Pierce dalam semiotika, mengemukakan teori semiosis adalah proses menanda (Budiman, 2005:11). Maka, teori semiosis berupa semiosis triadik Pierce digunakan dalam menganalisis suatu tanda.
Bagi Pierce, ikon termasuk dalam tipologi tanda pada trikotomi kedua. Ikon merupakan sebutan bagi tanda yang non-arbitrer (bermotivasi). Menurut Pierce, Ikon adalah hubungan antara tanda dan objeknya atau acuan yang bersifat kemiripan (Sobur, 2004:41). Dia menyatakan bahwa ikon adalah tanda yang memiliki kemiripan/similaritas dengan objeknya (Budiman, 2005:45). Ikon, jika ia berupa hubungan kemiripan (Nurgiyantoro, 1995:45).
Ikonisitas merupakan salah satu gejala yang tidak kurang penting di dalam semiotika. Padahal, berbagai tanda ikonis berserakan di sekitar kita dalam kehidupan sehari-hari, misalnya: gambar wajah Dian Sastro tersenyum manja dengan bibir merah basah merekah sedikit terbuka dalam bungkus sabun, wajah Hitler pada kaos kita, atau gambar group band Peterpan dalam poster. Betapa terpolusinya kehidupan kita dengan tanda ikonis, tetapi kadang tidak terpikirkan.
Di dalam bahasa kita menemukan kata onomatope sebagai tanda ikonis, misalnya kata ku ku ru yuk yang mengacu pada objek suara yang diacunya. Selain itu kata dangdut yang juga mengacu pada objek suara yang diacunya.
Namun, makalah ini tidak akan hanya mengangkat wajah Dian Sastro atau onomatope, tetapi mengarah kepada tanda ikon metaforis dalam metafora pada puisi. Maka semiotika dalam makalah ini adalah semiotika signifikasi: memberi tekanan pada teori tanda dan pemahamannya dalam konteks tertentu. Makalah ini menggunakan pandangan semiotika Charles Sanders Pierce mengenai tanda yang dapat disebut sebagai ikon.

2. Rumusan Masalah  
            Dari latar belakang rumusan masalah di dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
2.1 Bagaimanakah  ikonisitas dalam metafora pada puisi Definisi Cinta, Setelah Sepatu Bata menginjak Bulan dalam buku kumpulan puisi Saut Kecil Bicara Dengan Tuhan karya Saut Situmorang?

3. Tujuan Masalah
3.1 Mendeskripsikan ikonisitas dalam metafora pada puisi yang berjudul Definisi Cinta, Setelah Sepatu Bata menginjak Bulan dalam buku kumpulan puisi Saut Kecil Bicara Dengan Tuhan karya Saut Situmorang.
4. Manfaat Hasil Penelitian
            Manfaat penelitian ini akan bermanfaat bagi perkembangan bahasa dan semiotika, khususnya pada ikonisitas pada metafora dalam suatu puisi menurut perspektif semiotika Charles Sanders Pierce.
5. Landasan Teori
5.1 Ikon dan Ikonisitas        
Menurut Pierce, suatu tanda, atau representamen, merupakan sesuatu yang menggantikan sesuatu bagi seseorang dalam beberapa hal atau kapasitas. Ia tertuju kepada seseorang, artinya di dalam benak orang itu tercipta suatu tanda lain yang ekuivalen, atau mungkin suatu tanda yang lebih terkembang. Tanda yang tercipta itu saya sebut sebagai interpretan dari tanda yang pertama. Tanda yang menggantikan sesuatu, yaitu objeknya, tidak dalam segala hal, melainkan dalam rujukannya pada sejumput gagasan, yang kadang saya sebut sebagai latar dari representamen (Budiman, 2005:49).
            Bagi Pierce, ikon adalah tanda yang didasarkan atas “keserupaan” atau “kemiripan” (“resemblance”) di antara representamen dan objeknya, entah objek tersebut betul-betul eksis atau tidak. Akan tetapi, sesungguhnya ikon tidak semata-mata mencakup citra-citra realistis seperti lukisan, foto saja, melainkan juga  ekspresi-ekspresi semacam grafik-grafik, skema-skema, peta geografis, persamaan-persamaan matematis, bahkan metafora (Budiman, 2005:56).
            Pierce mencirikan ikon sebagai “suatu tanda yang menggantikan (stands for) sesuatu semata-mata karena ia mirip dengannya”, sebagai suatu tanda yang “mengambil bagian dalam karakter-karakter objek”; atau sebagai suatu tanda yang “kualitasnya mencerminkan objeknya, membangkitkan sensasi-sensasi analog di dalam benak lantaran kemiripannya.” (Budiman, 2005:62).
            Ikon tidak hanya berupa tanda-tanda yang terdapat di dalam komunikasi visual, melainkan juga dalam hampir semua bidang semiotis, termasuk di dalam bahasa (Budiman, 2005:62). Pada  makalah ini akan dibahas ikon dalam Metafora. Ikon tidak selalu berdasarkan pada kemiripan seperti dalam pemahaman “awam” sehari-hari, melainkan juga similaritas dalam pengertian sebagai relasi abstrak ataupun homologi struktural (Budiman, 2005:62). Relasi abstrak bisa berupa kemiripan sifat.
            Ikon adalah tanda yang didasarkan pada kemiripan di antara tanda (representamen) dan objeknya, walaupun tidak semata-mata bertumpu pada pencitraan “naturalistik” seperti apa adanya, karena grafik skema,  atau peta juga termasuk yang dapat dikatakan ikon (Budiman. 2005:23). Jenis tanda yang didasari resemblance itu adalah tanda ikonis, dan gejalanya dapat disebut sebagai ikonisitas (Budiman, 2005:43). 
            Pierce ternyata memilah-milah tipe-tipe  ikon secara tripatit, yaitu ikon image, ikon diagram, dan ikon metaforis. Makalah ini akan meneliti ikon metafora (metaphor) merupakan suatu meta-tanda (metasign) yang ikonisitasnya berdasarkan pada kemiripan atau similaritas di antara objek-objek  dari dua tanda simbolis (Budiman, 2005:66). Metafora adalah ikon yang didasarkan atas similaritas di antara objek-objek dari dua tanda simbolis (Budiman, 2005:74). Biasanya berupa hubungan similaritas relasi abstrak seperti kemiripan sifat.
5.2 Metafora
            Metafora berasal dari bahasa Yunani metaphora yang berarti ‘memindahkan’; dari ‘meta’ di atas; ‘melebihi’ + pherein ‘membawa’. Metafora membuat perbandingan dua hal atau benda untuk menciptakan suatu kesan mental yang hidup, walaupun tidak dinyatakan secara implisit dengan kata-kata bak, seperti, laksana, ibarat, umpama, sebagai, seperti dalam perumpamaan (Tarigan,1985:121).
            Metafora adalah sejenis majas perbandingan yang paling singkat, padat, tersusun rapi. Di dalamnya terlibat dua ide: yang satu adalah suatu kenyataan, sesuatu yang dipikirkan, yang menjadi obyek; dan yang satu lagi merupakan perbandingan terhadap kenyataan tadi; dan kita menggantikan yang belakangan ini menjadi yang terdahulu tadi (Tarigan, 1985:121). Makna Metafora justru dibatasi dibatasi oleh sebuah konteks (Kerafs,1994:139). Metafora ingin menyatakan sesuatu sebagai hal yang sama atau seharga dengan hal yang lain, yang sesungguhnya tidak sama.
             Di dalam Webster’s Third New International Dictionary metafora didefinisikan secara tipikal sebagai “sebuah kiasan yang menggunakan sepatah kata atau frase yang mengacu kepada objek atau tindakan tertentu untuk menggantikan kata atau frase yang lain hingga tersarankan suatu kemiripan atau analogi di antara keduanya (Budiman, 2005:71).
            Metafora terdiri dari dua term atau dua bagian , yaitu  term pokok (principal term) dan term kedua (secondary term). Term pokok disebut juga tenor, term kedua disebut juga vehicle. Term pokok atau tenor menyebutkan hal yang dibandingkan, sedang term kedua atau vehicle adalah hal yang untuk membandingkan (Pradopo, 1993:66). 
            Menurut Art Van zoest, suatu cara yang cukup mudah untuk mengenali similaritas di dalam metafora adalah dengan membandingkan deskripsi kedua objek yang diacu oleh tanda-tanda yang bersangkutan, yang secara skematis dapat digambarkan demikian:
            O1= a + b + c + d +…
            O2= p + q + r + d+ …
            Apabila kedua deskripsi objek ini (O1 dan O2) mengandung beberapa ciri atau predikat (a,b,c,p,q,r,d) yang minimal salah satunya dimiliki bersama (dalam hal ini:d), maka dapat dikatakan kemiripan itu ada. Metafora kaki gunung, misalnya dapat dihasilkan dengan mempersamakan objek yang berupa gunung dengan objek lain yang berupa tubuh manusia (atau hewan) yang memiliki kaki. Dengan penjelasan lain, gunung adalah O1 yang memiliki ciri a, b, c, dst; sementara tubuh manusia adalah O2 dengan ciri p, q, r, d, dst. Keduanya memiliki sebuah ciri yang sama (d), yaitu mempunyai bagian atau anggota badan yang berfungsi untuk menopang agar dapat berdiri tegak (Budiman, 2005:75).
6. Metode Penelitian
            Dalam penelitian ini metode yang digunakan ialah metode penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang memerikan objek penelitian berdasarkan fakta yang ada (Sudaryanto, 1988: 62).
            Objek dari penelitian ini adalah ikonisitas dalam metafora pada puisi. Objek penelitian terdapat dalam data yang berupa kata-kata atau kalimat-kalimat yang berupa  Metafora. Data-data yang ada diperoleh dari sumber tertulis.
            Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode kepustakaan. Metode kepustakaan diperoleh dengan mencatat data yang berasal dari sumber-sumber tertulis yang berkaitan dengan ikonisitas dalam metafora. Data yang sudah terkumpul kemudian dicatat dan dipilih-pilih untuk dianalisis.  
7. Sistematika Penyajian
            Bab I merupakan pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat hasil penelitian, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika penyajian. Bab II pembahasan yang memaparkan ikonisitas dalam metafora. Bab III merupakan kesimpulan.

BAB II
PEMBAHASAN
            Dalam bab II ini akan dibahas bagaimana dalam sebuah metafora dapat memiliki gejala ikonisitas sehingga akan terdapat pula ikon. Untuk mempermudah pemahaman akan dipaparkan puisi tersebut. Puisi tersebut berjudul
Definisi Cinta, Setelah Sepatu Bata menginjak Bulan dalam buku kumpulan puisi Saut Kecil Bicara Dengan Tuhan karya Saut Situmorang.

2.1                          Definisi Cinta, Setelah Sepatu Bata Menginjak Bulan

Cinta adalah suara azan yang ternyata tak didengar Armstrong di bulan
Cinta adalah laut yang tak pernah meluap sungai yang tak henti mengharap
Cinta adalah bumi yang berputar-putar tapi tak pernah nanar
Cinta adalah burung Enggang yang ahli gali lubang
Cinta adalah Maria yang beranak tapi perawan
Cinta adalah hidung yang tak pernah keriput
Cinta adalah orang miskin yang tak mengerti kenapa orang kaya suka tertawa
Cinta adalah gadis remaja yang sedih waktu menstruasi pertama
Cinta adalah merah putih hitam
Cinta adalah Tunggul Panaluan yang ditancapkan di tengah danau
Cinta adalah bayi yang baru lahir dan tiba-tiba menyepak pantatmu
Cinta adalah sajakku yang selalu merenungi jari-jari panjang tanganmu
Cinta adalah jejak kakimu yang sendiri kesepian di bulan
Cinta adalah asap rokok yang lengket di kaca jendela tiba-tiba jadi sarang laba-laba
Cinta adalah aku yang saut yang mangapul yang situmorang
Cintailah aku sepenuh penuh buah dadamudalam gengamanKu

2.2  Pada tabel ini akan dipaparkan mengenai data berupa metafora yang diyakini memiliki ikonisitas, sebagai berikut: 
No
Data
Tipe
1
Cinta adalah suara azan yang ternyata tak didengar Armstrong di bulan
Ikon M
2
Cinta adalah laut yang tak pernah meluap sungai yang tak henti mengharap
Ikon M
3
Cinta adalah bumi yang berputar-putar tapi tak pernah nanar
Ikon M
4
Cinta adalah burung Enggang yang ahli gali lubang
Ikon M
5
Cinta adalah Maria yang beranak tapi perawan
Ikon M
6
Cinta adalah hidung yang tak pernah keriput
Ikon M
7
Cinta adalah orang miskin yang tak mengerti kenapa orang kaya suka tertawa
Ikon M
8
Cinta adalah gadis remaja yang sedih waktu menstruasi pertama
Ikon M
9
Cinta adalah merah putih hitam
Ikon M
10
Cinta adalah Tunggul Panaluan yang ditancapkan di tengah danau
Ikon M
11
Cinta adalah bayi yang baru lahir dan tiba-tiba menyepak pantatmu
Ikon M
12
Cinta adalah sajakku yang selalu merenungi jari-jari panjang tanganmu
Ikon M
13
Cinta adalah jejak kakimu yang sendiri kesepian di bulan
Ikon M
14
 

15
Cinta adalah asap rokok yang lengket di kaca jendela tiba-tiba jadi sarang laba-laba
Cinta adalah aku yang saut yang mangapul yang situmorang
Ikon M

Ikon M

Catatan:
* Ikon M: Ikon Metaforis

2.3 Pembahasan
1. Cinta adalah suara azan yang ternyata tak didengar Armstrong di bulan
            Cinta, yaitu sesuatu yang sebetulnya abstrak (sejenis emosi atau perasaan tertentu) (Budiman, 2005:66). Cinta sebagai hal yang dibandingkan (tenor) dan suara azan yang ternyata tak didengar Amstrong di bulan sebagai  hal yang digunakan untuk membandingkan (vehicle). Pada tenor dan vehicle dalam metafora itu terkandung ikonisitas sehingga berarti ada ikon. Jika ada ikonisitas berarti di antara tenor dan vehicle ada kemiripan (similarity) atau keserupaan (resemblance).
Menurut pemakalah, kemiripan yang dapat disimpulkan, biasanya didapatkan dari vehiclenya, yaitu sifat memiliki/mengandung suatu kebenaran (Suara azan yang ternyata tak didengar Amstrong di bulan). Cinta di sini  dapat dimetaforakan sebagai Suara azan yang ternyata tak didengar Amstrong di bulan karena keduanya memiliki similaritas menyangkut objek yang diacu keduanya, yakni sifat memiliki suatu kebenaran. Maka, antara tenor dan vehiclenya diperbandingkan karena sama-sama memiliki kemiripan sifat memiliki/ mengandung suatu kebenaran. Oleh karena itu, tenor merupakan ikon dari vehicle atau sebaliknya.

2. Cinta adalah laut yang tak pernah meluap sungai yang tak henti mengharap
             Cinta, yaitu sesuatu yang sebetulnya abstrak (sejenis emosi atau perasaan tertentu) (Budiman, 2005:66). Cinta sebagai hal yang dibandingkan (tenor) dan laut yang tak pernah meluap sungai yang tak henti mengharap (vehicle). Pada tenor dan vehicle dalam metafora itu terkandung ikonisitas sehingga berarti ada ikon. Jika ada ikonisitas berarti di antara tenor dan vehicle ada kemiripan (similarity) atau keserupaan (resemblance).
Menurut pemakalah, kemiripan yang terdapat di antara tenor dan vehiclenya, yakni sama-sama memiliki sifat menampung sesuatu yang bisa berupa harapan. Cinta di sini  dapat dimetaforakan sebagai Laut yang tak pernah meluap sungai yang tak henti mengharap  karena keduanya memiliki similaritas menyangkut objek yang diacu keduanya, yakni memiliki sifat menampung segala sesuatu yang bisa berupa harapan atau tempatnya menampung segala harapan. Maka, antara tenor dan vehiclenya diperbandingkan karena sama-sama memiliki kemiripan sifat menampung segala sesuatu yang bisa berupa harapan atau tempatnya menampung segala harapan. Oleh karena itu, tenor merupakan ikon dari vehicle atau sebaliknya.

3. Cinta adalah bumi yang berputar-putar tapi tak pernah nanar
Cinta, yaitu sesuatu yang sebetulnya abstrak (sejenis emosi atau perasaan tertentu) (Budiman, 2005:66). Cinta sebagai hal yang dibandingkan (tenor) dan bumi yang berputar-putar tapi tak pernah nanar (vehicle). Pada tenor dan vehicle dalam metafora itu terkandung ikonisitas sehingga berarti ada ikon. Jika ada ikonisitas berarti di antara tenor dan vehicle ada kemiripan (similarity) atau keserupaan (resemblance).
Menurut pemakalah, kemiripan yang terdapat di antara tenor dan vehiclenya, yakni sama-sama memiliki sifat selalu memberi tanpa berharap sesuatu (pamrih) atau selalu memberi tanpa berkeluh kesah (nanar). Cinta di sini  dapat dimetaforakan sebagai bumi yang berputar-putar tapi tak pernah nanar karena keduanya memiliki similaritas menyangkut objek yang diacu keduanya, yakni memiliki sifat selalu memberi tanpa berharap sesuatu (pamrih) atau selalu memberi tanpa berkeluh kesah (nanar). Maka, antara tenor dan vehiclenya diperbandingkan karena sama-sama memiliki kemiripan sifat selalu memberi tanpa berharap sesuatu (pamrih) atau selalu memberi tanpa berkeluh kesah (nanar). Oleh karena itu, tenor merupakan ikon dari vehicle atau sebaliknya.

4. Cinta adalah burung Enggang yang ahli gali lubang
Cinta, yaitu sesuatu yang sebetulnya abstrak (sejenis emosi atau perasaan tertentu) (Budiman, 2005:66). Cinta sebagai hal yang dibandingkan (tenor) dan burung Enggang yang ahli gali lobang (vehicle). Pada tenor dan vehicle dalam metafora itu terkandung ikonisitas sehingga berarti ada ikon. Jika ada ikonisitas berarti di antara tenor dan vehicle ada kemiripan (similarity) atau keserupaan (resemblance).
Menurut pemakalah, kemiripan yang terdapat di antara tenor dan vehiclenya, yakni sama-sama memiliki sifat ahli membuat suatu yang berguna atau bermanfaat. Cinta di sini  dapat dimetaforakan sebagai burung Enggang yang ahli gali lobang karena keduanya memiliki similaritas menyangkut objek yang diacu keduanya, yakni memiliki sifat ahli membuat sesuatu yang berguna atau bermanfaat. Maka, antara tenor dan vehiclenya diperbandingkan karena sama-sama memiliki kemiripan sifat ahli membuat sesuatu yang berguna atau bermanfaat. Oleh karena itu, tenor merupakan ikon dari vehicle atau sebaliknya.

5. Cinta adalah Maria yang beranak tapi perawan
Cinta, yaitu sesuatu yang sebetulnya abstrak (sejenis emosi atau perasaan tertentu) (Budiman, 2005:66). Cinta sebagai hal yang dibandingkan (tenor) dan Maria yang beranak tapi perwan (vehicle). Pada tenor dan vehicle dalam metafora itu terkandung ikonisitas sehingga berarti ada ikon. Jika ada ikonisitas berarti di antara tenor dan vehicle ada kemiripan (similarity) atau keserupaan (resemblance).
Menurut pemakalah, kemiripan yang terdapat di antara tenor dan vehiclenya, yakni sama-sama memiliki sifat karunia, anugerah, hadiah, dan keajaiban yang suci dari Tuhan. Cinta di sini  dapat dimetaforakan sebagai Maria yang beranak tapi perawan karena keduanya memiliki similaritas menyangkut objek yang diacu keduanya, yakni memiliki sifat karunia, anugerah, hadiah, dan keajaiban yang suci dari Tuhan. Maka, antara tenor dan vehiclenya diperbandingkan karena sama-sama memiliki kemiripan sifat karunia, anugerah, hadiah, dan keajaiban yang suci dari Tuhan. Oleh karena itu, tenor merupakan ikon dari vehicle atau sebaliknya.

6. Cinta adalah hidung yang tak pernah keriput
Cinta, yaitu sesuatu yang sebetulnya abstrak (sejenis emosi atau perasaan tertentu) (Budiman, 2005:66). Cinta sebagai hal yang dibandingkan (tenor) dan hidung yang tak pernah keriput (vehicle). Pada tenor dan vehicle dalam metafora itu terkandung ikonisitas sehingga berarti ada ikon. Jika ada ikonisitas berarti di antara tenor dan vehicle ada kemiripan (similarity) atau keserupaan (resemblance).
Menurut pemakalah, kemiripan yang terdapat di antara tenor dan vehiclenya, yakni sama-sama memiliki sifat tak akan berubah sepanjang masa (sesuatu yang abadi). Cinta di sini  dapat dimetaforakan sebagai hidung yang tak pernah keriput karena keduanya memiliki similaritas menyangkut objek yang diacu keduanya, yakni memiliki sifat tak akan berubah sepanjang masa (sesuatu yang abadi). Maka, antara tenor dan vehiclenya diperbandingkan karena sama-sama memiliki kemiripan sifat tak akan berubah sepanjang masa (sesuatu yang abadi). Oleh karena itu, tenor merupakan ikon dari vehicle atau sebaliknya.

7. Cinta adalah orang miskin yang tak mengerti kenapa orang kaya suka tertawa
Cinta, yaitu sesuatu yang sebetulnya abstrak (sejenis emosi atau perasaan tertentu) (Budiman, 2005:66). Cinta sebagai hal yang dibandingkan (tenor) dan orang miskin tak mengerti kenapa orang kaya suka tertawa (vehicle). Pada tenor dan vehicle dalam metafora itu terkandung ikonisitas sehingga berarti ada ikon. Jika ada ikonisitas berarti di antara tenor dan vehicle ada kemiripan (similarity) atau keserupaan (resemblance).
Menurut pemakalah, kemiripan yang terdapat di antara tenor dan vehiclenya, yakni sifat yang kadang-kadang tidak dapat dipahami atau dimengerti atau kadangkala tidak dapat dimengerti atau dipahami dengan logika. Cinta di sini  dapat dimetaforakan sebagai orang miskin yang tak mengerti kenapa orang kaya suka tertawa karena keduanya memiliki similaritas menyangkut objek yang diacu keduanya, yakni memiliki sifat yang kadang-kadang tidak dapat dipahami atau dimengerti atau kadangkala sesuatu hal tidak dapat dimengerti atau dipahami dengan logika. Maka, antara tenor dan vehiclenya diperbandingkan karena sama-sama memiliki kemiripan sifat yang kadang-kadang tidak dapat dipahami atau dimengerti atau kadangkala sesuatu hal tidak dapat dimengerti atau dipahami dengan logika. Oleh karena itu, tenor merupakan ikon dari vehicle atau sebaliknya.
8. Cinta adalah gadis remaja yang sedih waktu menstruasi pertama
Cinta, yaitu sesuatu yang sebetulnya abstrak (sejenis emosi atau perasaan tertentu) (Budiman, 2005:66). Cinta sebagai hal yang dibandingkan (tenor) dan gadis remaja yang sedih waktu menstruasi pertama (vehicle). Pada tenor dan vehicle dalam metafora itu terkandung ikonisitas sehingga berarti ada ikon. Jika ada ikonisitas berarti di antara tenor dan vehicle ada kemiripan (similarity) atau keserupaan (resemblance).
Menurut pemakalah, kemiripan yang terdapat di antara tenor dan vehiclenya, yakni sifat yang kadang-kadang membuat kita sedih atau cinta tidak selalu harus tentang kebahagiaan tetapi juga harus tentang kesedihan/duka. Cinta di sini  dapat dimetaforakan sebagai remaja yang sedih waktu menstruasi pertama karena keduanya memiliki similaritas menyangkut objek yang diacu keduanya, yakni memiliki sifat kadang-kadang membuat kita sedih atau cinta tidak selalu harus tentang kebahagiaan tetapi juga mengenai kesedihan atau duka. Maka, antara tenor dan vehiclenya diperbandingkan karena sama-sama memiliki kemiripan sifat yang kadang-kadang membuat kita sedih atau cinta tidak selalu harus tentang kebahagiaan tetapi juga harus tentang kesedihan/duka. Oleh karena itu, tenor merupakan ikon dari vehicle atau sebaliknya.
9. Cinta adalah merah putih hitam
Cinta, yaitu sesuatu yang sebetulnya abstrak (sejenis emosi atau perasaan tertentu) (Budiman, 2005:66). Cinta sebagai hal yang dibandingkan (tenor) dan merah putih hitam sebagai  hal yang digunakan untuk membandingkan (vehicle). Pada tenor dan vehicle dalam metafora itu terkandung ikonisitas sehingga berarti ada ikon. Jika ada ikonisitas berarti di antara tenor dan vehicle ada kemiripan (similarity) atau keserupaan (resemblance).
Menurut pemakalah, kemiripan yang terdapat di antara tenor dan vehiclenya, yakni sifat yang unik karena mempunyai suasana yang bermacam-macam, misalnya cinta bisa senang gembira, tertawa terkekeh-kekeh tetapi dalam lima menit ke depan bisa menangis tersedu-sedu lalu membuat kita merenung 10 menit atau besok gembira lagi seperti warna yang warna-warni. Warna di sini dimaksudkan bisa mempunyai berbagai rasa yang berbeda-beda atau dapat berubah-ubah. Cinta di sini  dapat dimetaforakan sebagai merah putih hitam karena keduanya memiliki similaritas menyangkut objek yang diacu keduanya, yakni memiliki sifat unik karena mempunyai berbagai rasa yang berbeda-beda atau sifat yang unik karena mempunyai suasana yang bermacam-macam, misalnya cinta bisa senang gembira, tertawa terkekeh-kekeh tetapi dalam lima menit ke depan bisa menangis tersedu-sedu lalu membuat kita merenung 10 menit atau besok gembira lagi seperti warna yang warna-warni. Maka, antara tenor dan vehiclenya diperbandingkan karena sama-sama memiliki kemiripan sifat unik berbagai rasa/suasana seperti dalam warna dapat berwarna-warni tidak sewarna. Warna di sini bisa berupa rasa/perasaan/suasana yang berbeda-beda atau dapat berubah-ubah. Oleh karena itu, tenor merupakan ikon dari vehicle atau sebaliknya.
10. Cinta adalah Tunggul Panaluan yang ditancapkan di tengah danau
Cinta, yaitu sesuatu yang sebetulnya abstrak (sejenis emosi atau perasaan tertentu) (Budiman, 2005:66). Cinta sebagai hal yang dibandingkan (tenor) dan Tunggul panaluan yang ditancapkan di tengah danau sebagai  hal yang digunakan untuk membandingkan (vehicle). Pada tenor dan vehicle dalam metafora itu terkandung ikonisitas sehingga berarti ada ikon. Jika ada ikonisitas berarti di antara tenor dan vehicle ada kemiripan (similarity) atau keserupaan (resemblance).
Menurut pemakalah, kemiripan yang terdapat di antara tenor dan vehiclenya, yakni berupa sifat ketegaran atau menantang. Cinta di sini  dapat dimetaforakan sebagai Tunggul panaluan yang ditancapkan di tengah danau karena keduanya memiliki similaritas menyangkut objek yang diacu keduanya, yakni memiliki sifat ketegaran atau menantang. Maka, antara tenor dan vehiclenya diperbandingkan karena sama-sama memiliki kemirpan sifat ketegaran atau menantang. Oleh karena itu, tenor merupakan ikon dari vehicle atau sebaliknya.
11. Cinta adalah bayi yang baru lahir dan tiba-tiba menyepak pantatmu
Cinta, yaitu sesuatu yang sebetulnya abstrak (sejenis emosi atau perasaan tertentu) (Budiman, 2005:66). Cinta sebagai hal yang dibandingkan (tenor) dan bayi yang baru lahir dan tiba-tiba mneypak pantatnu sebagai  hal yang digunakan untuk membandingkan (vehicle). Pada tenor dan vehicle dalam metafora itu terkandung ikonisitas sehingga berarti ada ikon. Jika ada ikonisitas berarti di antara tenor dan vehicle ada kemiripan (similarity) atau keserupaan (resemblance).
Menurut pemakalah, kemiripan yang terdapat di antara tenor dan vehiclenya, yakni berupa sifat kadang yang tak terduga atau mengejutkan. Cinta di sini  dapat dimetaforakan sebagai bayi yang baru lahir dan tiba-tiba menyepak pantatmu karena keduanya memiliki similaritas menyangkut objek yang diacu keduanya, yakni memiliki sifat kadang yang tak terduga atau mengejutkan. Maka, antara tenor dan vehiclenya diperbandingkan karena sama-sama memiliki kemirpan sifat yang tak terduga atau mengejutkan. Oleh karena itu, tenor merupakan ikon dari vehicle atau sebaliknya.

12. Cinta adalah sajakku yang selalu merenungi jari-jari panjang tanganmu
 Cinta, yaitu sesuatu yang sebetulnya abstrak (sejenis emosi atau perasaan tertentu) (Budiman, 2005:66). Cinta sebagai hal yang dibandingkan (tenor) dan sajakku yang selalu merenungi jari-jari panjang tanganmu sebagai  hal yang digunakan untuk membandingkan (vehicle). Pada tenor dan vehicle dalam metafora itu terkandung ikonisitas sehingga berarti ada ikon. Jika ada ikonisitas berarti di antara tenor dan vehicle ada kemiripan (similarity) atau keserupaan (resemblance).
Menurut pemakalah, cinta dipersepsikan mempunyai kemiripan atau similaritas dengan sajak aku lirik yang selalu membuat merenung. Cinta di sini  dapat dimetaforakan sebagai sajakku yang selalu merenungi jari-jari panjang tanganmu karena keduanya memiliki similaritas menyangkut objek yang diacu keduanya, yakni memiliki sifat seperti sajaknya aku lirik yang selalu membuat kita merenungkan sesuatu. Maka, antara tenor dan vehiclenya diperbandingkan karena sama-sama memiliki kemirpan sifat seperti sajaknya aku lirik yang selalu membuat kita merenungi sesuatu. Oleh karena itu, tenor merupakan ikon dari vehicle atau sebaliknya.

13. Cinta adalah jejak kakimu yang sendiri kesepian di bulan
Cinta, yaitu sesuatu yang sebetulnya abstrak (sejenis emosi atau perasaan tertentu) (Budiman, 2005:66). Cinta sebagai hal yang dibandingkan (tenor) dan jejak kakimu yang sendiri kesepian di bulan sebagai  hal yang digunakan untuk membandingkan (vehicle). Pada tenor dan vehicle dalam metafora itu terkandung ikonisitas sehingga berarti ada ikon. Jika ada ikonisitas berarti di antara tenor dan vehicle ada kemiripan (similarity) atau keserupaan (resemblance).
Menurut pemakalah, cinta dipersepsikan mempunyai kemiripan atau similaritas dengan jejak kakimu yang sendiri kesepian di bulan. Cinta di sini  dapat dimetaforakan sebagai jejak kakimu yang sendiri kesepian di bulan karena keduanya memiliki similaritas menyangkut objek yang diacu keduanya, yakni memiliki sifat seperti bisa hanya menjadi sesuatu yang selalu ditinggalkan atau dapat hanya sebagai sebuah kenangan atau masa lalu yang telah berlalu seperti jejak . Maka, antara tenor dan vehiclenya diperbandingkan karena sama-sama memiliki kemirpan sifat seperti bisa hanya menjadi sesuatu yang selalu ditinggalkan atau dapat hanya sebagai sebuah kenangan atau masa lalu yang telah berlalu seperti jejak. Oleh karena itu, tenor merupakan ikon dari vehicle atau sebaliknya.

14. Cinta adalah asap rokok yang lengket di kaca jendela tiba-tiba jadi sarang laba-laba
 Cinta, yaitu sesuatu yang sebetulnya abstrak (sejenis emosi atau perasaan tertentu) (Budiman, 2005:66). Cinta sebagai hal yang dibandingkan (tenor) dan asap rokok yang lengket di kaca jendela tiba-tiba jadi sarang laba-laba sebagai  hal yang digunakan untuk membandingkan (vehicle). Pada tenor dan vehicle dalam metafora itu terkandung ikonisitas sehingga berarti ada ikon. Jika ada ikonisitas berarti di antara tenor dan vehicle ada kemiripan (similarity) atau keserupaan (resemblance).
Menurut pemakalah, cinta dipersepsikan mempunyai kemiripan atau similaritas berupa sifat yang tak terpegang oleh manusia hanya dapat dirasakan seperti asap rokok dan sesuatu yang komplek/rumit seperti sarang laba-laba. Cinta di sini  dapat dimetaforakan sebagai asap rokok yang lengket di kaca jendela yang  jadi sarang laba-laba karena keduanya memiliki similaritas menyangkut objek yang diacu keduanya, yakni memiliki sifat yang tak terpegang oleh manusia hanya dapat dirasakan seperti asap rokok dan sesuatu yang komplek/rumit seperti sarang laba-laba. Maka, antara tenor dan vehiclenya diperbandingkan karena sama-sama memiliki kemiripan berupa sifat tak terpegang oleh manusia hanya dapat dirasakan seperti asap rokok dan sesuatu yang komplek/rumit seperti sarang laba-laba. Oleh karena itu, tenor merupakan ikon dari vehicle atau sebaliknya.

15. Cinta adalah aku yang saut yang mangapul yang situmorang
Cinta, yaitu sesuatu yang sebetulnya abstrak (sejenis emosi atau perasaan tertentu) (Budiman, 2005:66). Cinta sebagai hal yang dibandingkan (tenor) dan aku yang saut yang mangapul yang situmorang sebagai  hal yang digunakan untuk membandingkan (vehicle). Pada tenor dan vehicle dalam metafora itu terkandung ikonisitas sehingga berarti ada ikon. Jika ada ikonisitas berarti di antara tenor dan vehicle ada kemiripan (similarity) atau keserupaan (resemblance).
Menurut pemakalah, cinta dipersepsikan mempunyai kemiripan atau similaritas berupa sifat yang tak terduga, tak terprediksikan, penuh misteri seperti manusia yang diwakilkan oleh penyair Saut Situmorang. Cinta di sini  dapat dimetaforakan sebagai aku saut yang mangapul yang situmorang karena keduanya memiliki similaritas menyangkut objek yang diacu keduanya, yakni memiliki sifat yang tak terduga, tak terprediksikan, penuh misteri seperti manusia yang diwakilkan oleh penyair Saut Situmorang . Maka, antara tenor dan vehiclenya diperbandingkan karena sama-sama memiliki kemiripan berupa sifat yang tak terduga, tak terprediksikan, penuh misteri seperti manusia yang diwakilkan oleh penyair Saut Situmorang. Oleh karena itu, tenor merupakan ikon dari vehicle atau sebaliknya.


BAB III
Kesimpulan

Teori Charles Sanders Pierce dalam semiotika, khususnya Ikonisitas yang mengindikasikan adanya suatu ikon ternyata terdapat pula dalam bidang bahasa, yaitu pada gaya kiasan Metafora. Ikonisitas ternyata dapat juga membantu para pengemar/pecandu puisi untuk mengetahui dan memahami salah satu di antara makna yang ingin dimengerti pada gaya bahasa kiasan Metafora.
Biasanya, kemiripan atau keserupaannya berupa relasi abstraksional berupa kesamaan sifatnya. Hal ini biasanya dapat diketahui dari hal yang untuk membandingkan (vehicle) mengapa di pakai atau disandingkan dengan hal yang dibandingkan (tenor) dalam metafora. Maka, setelah itu akan dapat diketahui kemiripannya (similarity). Kemudian, dapat diketahui masing-masing ikonnya.


Daftar Pustaka

Budiman, Kris. 2005. Ikonisitas: Semiotika Sastra Dan Seni Visual. Yogyakarta: Buku Baik.
Kerafs, Gorys. 1994. Diksi Dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia
Pradopo, Rachmat Djoko. 1993. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Situmorang, Saut. 2003. Saut Kecil Berbicara Dengan Tuhan. Yogyakarta: Bentang.
Sudaryanto. 1988. Metode Linguistik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Sobur, Alex. 2003. Semiotika Komunikasi. Bandung: Rosda.
Tarigan, Henry Guntur. 1985. Pengajaran Semantik. Bandung: Angkasa.

 
           






















No comments:

Post a Comment