Wednesday, 6 April 2011

Karya Romo Strater, S.J di Jogjakarta

Sejarah Pelayanan Romo F.X Strater, S.J di Jogja

“Aku agak khawatir. Karya kerasulan kita berjalan terlalu mulus. Kurang tampak salib Kristus, ” kata Romo Strater kepada para Novisiat sebelum pindah ke Giri Sonta, ketika itu masih menjadi pemimpin Novisiat di Jogja. Maka, dari kutipan ini, penulis menyadari dan merasa, apakah hidup kita yang berjalan terlalu mulus ini benar-benar telah memanggul salib Kristus?

Pada masa penjajahan Jepang, Romo yang posturnya berperawakan kurus dan tinggi ini adalah sekian banyak dari umat Khatolik yang ikut memanggul salib Kristus. Beliau ditangkap Jepang karena tersiarnya berita bahwa orang Khatolik adalah mata-mata Belanda maka para misionaris pun ditangkapi. Akhirnya, Romo Strater dipanggil Tuhan dengan keadaan yang menyedihkan karena sebelumnya mendapat siksaan dari tentara Jepang hingga wafat pada 19 Juni 1944, di Penjara Suka Miskin, Bandung.

Membangun Gereja dan kapel yang kuat serta murah adalah salah satu tujuan utama Romo Strater, S.J. Beberapa bangunan dikerjakannya di bengkel belakang Kolese St. Ignatius, di Kota Baru. Sebagai contoh gereja hasil karyanya: tahun 1936 ada 4 gereja yang telah diberkati oleh Mgr. P. Willekens, S.J, (Vikaris Apostolis Batavia), yaitu di Wates, di Bantul, di Nanggulan, dan di Mlati.

Di usianya yang ke-72 tahun Gereja Mlati, sebuah pertanyaan dapat muncul, yaitu apakah umat Khatolik Mlati mengetahui siapa pendiri Gereja St. Aloysius Gonzaga. Jawabannya adalah Romo F.X Strater, S.J. Beliau ini adalah perintis dan pengiat lahirnya umat khatolik di Mlati.

Dalam catatan sejarah, Romo Srater adalah bidan bagi embrio pertumbuhan umat di Paroki Mlati. Mula-mula embrio itu ada di Duwet. Duwet, menurut beliau, merupakan tempat sentral bagi perkembangan umat Khatolik di daerah sekitar, seperti Jaten, Kebon Agung, Beran, Ngepos, dan Denggung. Pada perkembangannya, Romo Strater juga mendirikan Kapel Bunda Maria Tak Bernoda Duwet (diresmikan 8 Desember 1931). Berkat kegigihan Bapak Prawirosentono, umat Khatolik di sekitar kapel itu bertambah banyak, maka Romo Strater berniat meningkatkan Kapel Duwet menjadi sebuah Gereja, tetapi karena letaknya kurang strategis, akhirnya dipilih daerah Mlati sebagai pusat. Daerah Mlati dipilih karena letaknya dekat jalan raya dan dekat dengan pusat pemerintahan.

Romo Strater memulai membangun gereja Mlati dengan membeli sebidang tanah dari Bapak Ranu dengan harga 200 Gulden. Gereja Mlati dibangun dari tahun 1935 hingga selesai pada tanggal 26 Juli 1936. Lalu, Mgr. P. Wielekens, S.J memberikan nama pelindung, yaitu Santo Aloysius Gonzaga dan langsung memberkati gereja. Karya pelayanan Romo Strater yang lain adalah mengawali berdirinya SD Khatolik di Duwet dan baru bisa berdiri tahun 1974 karena terhenti ketika masa Jepang.

Tahun 1917, Romo Strater pernah membantu Romo Van Driessche, S.J (Romo yang pertama kali berkarya di Medari). Beliau membantu pengembangan misi Romo Van Driessche, yaitu dengan membuka Standaardschool di Medari. Tenaga pengajarnya diambilkan dari lulusan sekolah guru Normaalschool dari Muntilan (kemudian standaardschool dipindah ke Muntilan, sekarang menjadi SMP Kanisius Muntilan).

Sekitar tahun 1920-1934, Romo Strater juga membantu penggembalaan Romo VAN Driessche di Ganjuran, ketika itu masih berstatus stasi. Sementara itu, perkembangan awal pertumbuhan umat Khatolik di Kota Baru pun tidak terlepas dari peranan Romo Strater, S.J. Beliau mendirikan Kolese Santo Ignatius (Kolsani) dan Seminari Tinggi yang gedungnya kini digunakan PUSKAT/STFKAT. Pada tahun 1923, Romo Strater, S.J juga mendirikan Volkschool (sekolah rakyat) III di Gamping. Romo Strater merupakan salah satu romo yang giat mendirikan sekolah Khatolik.

Sekitar tahun 1920-an, Romo Strater merupakan romo yang pertama kali berkarya di Kalasan. Ia sendirian memimpin perayaan Ekaristi hingga umatnya bertambah banyak dan membutuhkan ruang doa yang besar. Atas usaha Romo Strater, tanggal 18 Juli 1925, telah berdiri sebuah sekolah yang juga berfungsi sebagai kapel di Kalasan, yang ketika itu umatnya sekitar 300 orang.

Pada akhir tahun 1926-1927, Romo Strater juga berkarya membangun gereja dan pastoran di Sedayu dan juga memberkatinya lalu memberikan nama pelindungnya, yaitu Santa Theresia.

Pada tahun 1927, Romo Strater juga berkarya di Klepu. Karya beliau adalah dengan membeli sebidang tanah seluas 24 x 12,5 meter di Desa Trukan (sekarang Ngijon) yang dimaksudkan untuk membangun gereja. Pada 25 Agustus 1929, tanah ini baru digunakan untuk membangun gereja berbentuk joglo, yang diresmikan oleh Mgr. Van Velsen. Selain itu, di tahun 1927, Romo Strater dengan dewan gerejanya dan awam JRAM, Schmutzer, mendirikan rumah sakit Onder de Bogen hingga ketika jaman penjajahan Jepang oleh Mgr. A. Soegijopranoto, S.J diganti dengan nama Panti Rapih (Rumah penyembuhan).

Pada Tahun 1927, Romo Strater juga berkarya di Pakem. Romo Strater di Pakem dikenal sebagai Romo yang aktif mengunjugi umatnya dari desa ke desa dengan bersepeda dan berpayung hitam. Selain itu, atas permintaan umat. beliau juga berkarya mendirikan sekolah, yaitu SD Kanisius Dero, di Pakem.

Pada tanggal 16 Desember 1931, di rumah Bapak Wongsoto, di Wonosari, Besole dibuka kapel oleh Romo Strater. Kapel ini merupakan cikal bakal pertumbuhan umat Khatolik di Wonosari atau Gereja St. Petrus. Sekitar tahun 1939-an, Romo Strater juga berkarya dengan membeli sebidang tanah atas nama Romo A. Djojoseputro dari Keraton Jogja, di Kumetiran. Sebidang tanah ini merupakan cikal bakal berdirinya Gereja Hati Perawan Maria Tak Bercela Kumetiran.

Pada tahun 1931, di Wates, Romo Strater mendirikan sekolah Khatolik, Standaardschool dan Hollandsche Cursus. Dua sekolah ini memicu berdirinya sekolah di sekitar Wates, yaitu Kokap, Milir, Kalimenur, Banatar, dan Bonoharjo.

Tahun 1930-an, Romo Strater juga berkarya di Bantul. Ia mendapat simpati besar di mana-mana sehingga angka permandian meningkat menjadi 50 orang tiap tahun. Tahun 1933 merupakan puncak di mana 100 orang putra Bantul dipermandikan dan untuk pertama kalinya diadakan Sakramen Penguatan. Dalam situasi ekonomi dunia yang tidak menentu, Romo Strater membeli los-los yang dijual murah untuk digunakan sebagai tempat ibadat. Pada tahun 1935, Romo Strater juga membantu menangani masalah perijinan pendirian gereja Nanggulan, yaitu Gereja Santa Maria.

Demikianlah, peran romo yang kurus dan murah senyum ini dalam membangun umat Khatolik di Mlati dan Yogyakarta. Dua segi yang berusaha dibangun oleh Romo Strater. Dua segi itu adalah nilai edukasi (melalui pendirian sekolah-sekolah) dan nilai iman (dengan memberikan pelayanan dan mendirikan gereja). Semangat pelayanan dan karya yang pantang menyerah dari Romo Strater ini patut kita contoh di masa sekarang ini. Sayangnya, pelayanan yang besar dari Romo Strater ini harus berhenti ketika masa penjajahan Jepang, tetapi hasil pelayanannya masih kita rasakan, yaitu gereja-gereja dan sekolah-sekolah yang telah dibangunnya.

Sumber dari buku Sejarah Perkembangan Gereja Khatolik Yogyakarta

No comments:

Post a Comment