Friday, 10 February 2012

Suara Pembebasan

Suara pembebasan itu manusiawi, meski terkadang begitu membelenggu. Berbicara bisik-bisik, tapi tak pernah diam. Terlahir dari keadaan sekitar atau lingkungan yang biasanya terkesan dogmatis, menjajah, hegemoni, otoriter, antikritik, keras kepala, konservatif, bahkan ortodoks. Gema suara itu tak terusir dan selalu terdengar. Gaung yang tak tersentuh, tapi selalu muncul. Suara itu pasti hadir kalau tidak malam ini, pasti esok pagi, tak pernah absen, walaupun tak terucap. Ia mendiami setiap ruang hati manusia. Beberapa, meneriakkan kebebasan dari keterbatasan apapun, kegelisahan, kesedihan, ketidakpastian, dll. Suara pembebasan itu suka meloncat ke sana kemari ketika menjelang tidur, meminum teh di sore yang hening, atau sekedar merokok. Satu orang memiliki suara pembebasan yang berbeda dengan yang lain, tapi  bisa juga sama.

Suara pembebasan yang sama akan memunculkan obrolan ringan, lalu mengalir saja hingga menemukan kebenaran-kebenaran yang selalu dicari melalui diskusi. Dari diskusi kecil ini menjadi wacana yang dibicarakan setiap orang di mana pun berada. Beberapa suara pembebasan itu bisa sampai menimbulkan gejolak atau konflik. Pada mulanya hanya kata-kata, lalu berubah menjadi peluru-peluru tajam.

Dalam catatan sejarah, kumpulan suara pembebasan bisa menjadi suatu gerakan sosial. Tahun 1917, rakyat Rusia melakukan revolusi pembebasan dari Kekaisaran Tsar yang lalim. Bangsa kita pun melakukan gerakan pembebasan terhadap kolonial Belanda hingga Proklamasi tahun 45, terakhir Reformasi 97-98. Akhir-akhir ini, kita melihat suara pembebasan itu berteriak lantang di Mesir, Tunisia, Libya, Yaman, bahkan Suriah. Suara pembebasan tak lagi berbicara dengan  kata-kata lagi, tetapi senjata yang berdesing.

No comments:

Post a Comment