Setiap hari, manusia dimakan waktu. Tak bisa menolak, bahkan menghindar. Beberapa bilang, "Maaf, aku tak punya waktu." Hal ini sebetulnya keliru karena waktu begitu melekat dengan tubuh kita. Seleksinya sungguh ketat, ada yang hanya diberi waktu 10 tahun, 30 tahun, bahkan hitungan menit. Kita pasti sering tak menyangka bahwa bernafasnya hidung kita ini ada waktunya.
Manusia sesungguhnya telah diajari tentang waktu oleh benda-benda yang sering dipakainya. Sewaktu SD, kita pasti pernah punya sepasang sepatu dan ketika usang, kita sering bilang,"Sudah waktunya sepatu ini diganti dengan yang baru." Hal itu pun bisa terjadi kepada kita, misal Tuhan berkata, "Sudah waktunya, orang ini diganti dengan sebuah kehidupan yang baru." Lalu, seorang bayi lahir mengganti posisi seorang tua atau muda yang telah habis waktunya. Berputar lagi dan terus berulang seperti itu. Ya, inilah kehidupan.
Barangkali, alangkah baiknya ya bila waktu itu tak perlu dihitung dengan angka, misal tujuh hari dalam seminggu atau dua belas bulan dalam setahun. Jika kita tak pernah mengenal kalender, niscaya kita takkan pernah mengetahui umur seseorang itu sudah berapa tahun, berapa bulan. Semuanya akan begitu terasa mengalir, tak perlu lagi risau dengan masa tua yang akan datang karena kita hanya akan tahu dari memutihnya rambut dan tanggalnya gigi, tanpa tahu umur, tanpa tahu betul, berapa usia kita.
Lalu, ada sebuah percakapan yang unik:
"Berapa umur Kakekmu?" tanya seorang teman.
"Aku tidak tahu, yang jelas sudah tua. Lihat saja rambutnya sudah putih dan giginya tinggal dua, hahaha," jawab yang ditanyai.
Tulisan ini hanyalah sebuah tulisan, jangan terlalu dipikirkan ya, hahaha. ^_^
No comments:
Post a Comment