Monday 22 April 2013

Masa Kecil dan Fakta Lain Tentang Habibie


Habibie & Ainun

Melalui disertasi berjudul Beitrag Zur Temperaturbean Spruchung der Orthotropen Kargschiebe, dengan dosen pembimbing Dr Hans Ebner, ia meraih gelar doktor pada tahun 1965 dengan yudisium Summa Cum Laude, suatu predikat kelulusan tertinggi yang sama dengan angka 10.

Dalam bidang konstruksi ringan, penemuan-penemuan Habibie telah diabadikan oleh para ilmuwan dalam bidangnya melalui apa yang disebut Teori Habibie, Faktor Habibie, dan Fungsi Habibie.

Dua karya ilmiah Habibie yang paling monumental hingga dikenal dunia luas adalah (1) rancangan pesawat hipersonik berkecepatan tujuh kali kecepatan suara dengan konstruksi yang lenting dan (2) teknik perhitungan rambatan (crack propagation) sampai ke atom-atomnya pesawat hipersonik. Karena penemuan ini, oleh para ilmuwan dan wartawan di bidang aerodinamika, Habibie dijuluki sebagai "Mr.Crack".
*
Ketika ia lulus doktor, industri pesawat terbang Jerman sedang tumbuh kembali, menyusul bergabungnya Jerman ke dalam Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) pada tahun 1955. Habibie banyak terlibat dalam berbagai proyek teknologi tinggi NATO karena ketika itu, ia masih bekerja di MBB (Meserschmit Boelkow-Blohm) di Jerman (1965-1978). Hal ini menyebabkan Habibie menjadi salah seorang pemegang rahasia teknologi militer NATO sampai sekarang.

Habibie juga terlibat dalam perancangan berbagai pesawat terbang, baik yang diproduksi IPTN maupun di luar negeri, khususnya Eropa. Jenis-jenis pesawat terbang tersebut antara lain:
  1. Fokker-28
  2. VTOL (Vertical Take Off and Landing) DO-31, yaitu pesawat angkut yang mampu lepas landas dan mendarat secara vertikal.
  3. Pesawat angkut TranshallC-130
  4. Pesawat Eksekutif Hansa jet 320
  5. Pesawat penumpang berbadan lebar jenis Airbus A-300
  6. Helikopter serbaguna NBO-105
  7. Pesawat tempur serbaguna (Multi Role Combat Aircraft/MRCA)
  8. Sejumlah proyek rudal dan satelit
*
Habibie lahir di kota kecil Pare-pare, Sulawesi Selatan, pada tanggal 25 Juni 1936. Ia adalah anak keempat dari delapan bersaudara dan anak laki-laki pertama dari keluarga Alwi Abdul Jalil Habibie (ayah) dan Ny. R.A. Tuti Marini Poesporwardojo (ibu).

Keluarga Habibie hidup berkecukupan dari gaji ayahnya. Ketika meninggal pada tahun 1950, ayah Habibie mewariskan kekayaan yang cukup. Dari hasil penjualan kekayaan peninggalan suaminya itu, Ny. R.A Habibie, setelah hijrah ke Bandung, dapat membeli dua buah rumah dan sebuah mobil di samping perusahaan yang diberi nama Srikandi NV.

Untuk membiayai sekolah anak-anaknya, perusahaan itu, ia jalankan sendiri. Tidak jarang ia harus menyetir mobil sendirian dari Bandung ke Jakarta dna Yogyakarta pulang pergi dalam rangka usahanya. Dengan cara itu, ia dapat menyekolahkan Habibie di Jerman sampai meraih gelar insinyur di tahun 1960.
*

Rudy adalah panggilan akrabnya saat kecil. Sifat dan perilaku Habibie sejak kanak-kanak telah menunjukkan perbedaan dari saudara-saudaranya. Habibie suka menyendiri di rumah daripada bermain di luar rumah dengan teman-temannya. Di rumah, ia belajar, membaca buku, atau bermain mikano.

Karena kebiasaan ini,kakak tertuanya yang dipercaya mengawsi adik-adiknya, Titi Sri Sulaksmi, sering membujuk Habibie untuk keluar rumah. Habibie biasanya menurut, tetapi sebentar kemudian ia sudah kembali ke rumah, asyik dengan kesibukannya semula.

“Kalau sudah begitu biasanya saya tidak bisa berbuat apa-apa. Pekerjaan yang dilakukannya di rumah selain belajar dan membaca buku yang memang banyak tersedia di rumah adalah bermain mikano, sejenis permainan lego dari besi,” kenang kakak perempuannya ini. Selain mikano, permainan yang digemari Habibie ketika kanak-kanak ialah membuat rumah dengan halaman besar atau membuat model pesawat terbang. “Sejak kecil memang itulah kesukaannya,” kenangnya lagi.

Karena sifatnya yang suka menyendiri itu, Habibie lebih asyik dengan dirinya sendiri. “Saya orang yang suka menyendiri. Jadi tidak ambil pusing. Saya tidak merasa lebih pintar tidak merasa lebih bodoh, tidak merasa iri, dan juga tidak menganggu. Saya ‘anak manis’, tidak suka membuat ulah,” ungkap Habibie sendiri.

Ketika di taman kanak-kanak, ia ditanya oleh gurunya, “Rudy kalau besar mau jadi apa?” Dengan polos, tetapi disertai keyakinan, ia menjawab,”Mau jadi insinyur”. Ketika itu, jawaban ini agak luar biasa, apalagi dari anak usia TK karena di Pare-pare saat itu baru ada seorang insinyur.

Sifat lain yang menonjol pada Rudy-kecil ialah ia sangat tegas berpegang pada prinsip yang diyakini benar. “Sifat Rudy ketika masih kecil yang masih saya ingat adalah ia sangat tegas berpegang pada prinsipnya. Jika timbul perselisihan dengan adik-adiknya, Rudy disalahkan maka ia tidak begitu gampang menerimanya. Ia akan protes dan berteriak bahwa ia tidak bersalah karena ia merasa benar. Jika terjadi demikian,ia akan ngotot tak habis-habisnya. Tetapi jika ia bersalahdan dimarahi, maka ia akan diam dan tidak memprotes sedikit pun.Ini menjadi pertanda kapan Rudy bersalah dan kapan ia tidak bersalah, sebab kelihatan dari sikapnya yang menerima perlakuan itu,” kenang perempuannya ini.

Sifat Habibie yang lain ketika kanak-kanak ialah ingin sempurna atau perfeksionis. Ia ingin sesuatu yang sempurna. Jika memaliki sesuatu, kata Fanny (adik Habibie), Habibie tak mau setengah-setengah, misalnya jika Habibie ingin baju, maka yang dipilihnya adalah baju yang paling baik. Baginya, lebih baik tidak daripada setengah-setengah.

Perbedaan sifat antara Habibie (Rudy) dengan adiknya JE Habibie (Fanny) ibarat pinang dibelah dua. JIka Fanny lebih temperamental, senang bermain dan berkelahi maka Rudy lebih rasional, agak tertutup, dan tidak mau terlibat dalam perkelahian. Jika kakak-beradik ini diganggu teman sebayanya, Fanny-lah yang meladeni tantangan berkelahi, sedangkan Rudy hanya menonton sambil member komando. Menurut pengakuan Fanny,”Rudy adalah otaknya, saya adalah ototnya.”

Kuneng Bau Maussepe, teman sepermainan Habibie semasa kecil di Pare-pare, berpendapat ”Kami pribadi maupun teman-teman yang lain sangat terkesan akan perangai dan tingkah laku Rudy sehari-hari. Bocah Rudy sudah menunjukkan suatu pribadi yang tenang, berwibawa, dan sedikit agak serius dalam pergaulan sehari-harinya.”

Ketika sekolah di Algemene Laargere School (ALS) Pare-pare, Habibie dikenal sebagai bocah yang senang mengobrol dengan teman-temannya daripada bermain di pekarangan sekolah ketika istirahat. Paul Pascoal, teman sekelasnya, mengungkapkan “Bila lonceng tanda istirahat berbunyi, Rudy tidak pernah main-main kasar. Rudy hanya ngobrol dengan teman-temannya di sekitar pekarangan sekolah, kadang-kadang hanya membicarakan soal-soal pelajaran yang baru mereka dapat tadi di kelas. Dalam tutur katanya, ia tidak pernah melukai teman-temannya.”

***

No comments:

Post a Comment