Ninochka
-Anton Chekov-
Pintu terbuka perlahan dan Pavel Sergeyevich Vikhlyenev,
sahabat lamaku, muncul dari balik pintu. Meski masih muda, ia penyakitan,
terlihat tua, ditambah perawakannya yang berbahu tegap, kurus kering dengan
hidung panjangnya. Benar-benar sosok yang tidak menarik! Namun, di sisi lain ia
memiliki wajah yang ramah, lembut, juga tegas. Setiap kau memandang wajahnya
kau akan berkeinginan untuk meraba dengan jari-jarimu, merasakan dengan
sungguh-sungguh kehangatan yang dimilikinya. Seperti umumnya kutu buku, temanku
dikenal sebagai orang yang pendiam, kalem, dan pemalu. Ditambah lagi saat ini
wajahnya terlihat agak pucat dan sangat gelisah tak seperti biasanya.
“Ada apa denganmu, teman?” tanyaku sambil melirik wajahnya
yang pucat dan bibirnya yang gemetar.
“Kau sedang sakit
atau ada masalah lagi dengan istrimu? Kau tak terlihat seperti biasanya!”
Dengan sedikit ragu, Vikhlyenev mendehem dan dengan sikap
putus asa ia mulai bercerita.
“Ya, dengan Ninochka
lagi. Aku sangat gelisah, tak bisa tidur semalaman, dan seperti yang kau lihat
aku bagaikan mayat hidup. Kurang ajar, orang-orang bisa saja tak terganggu
dengan masalah ini. Mereka menganggap enteng rasa sakit, kehilangan seseorang,
dan terluka. Namun, hal sepele ini bisa membuatku kecewa dan tertekan.”
“Tetapi, ada apa?”
“Sebenarnya hal yang sepele. Drama dalam sebuah keluarga.
Namun, akan kuceritakan semuanya kalau kau berkenan untuk mendengarkannya.
Kemarin Ninochka tak pergi keluar seperti biasanya. Ia merencanakan untuk menghabiskan
sore bersamaku dengan tinggal di rumah. Tentu saja aku sangat bahagia. Dia
selalu keluar untuk menjumpai seseorang, dan sejak itu aku selalu berada di
rumah sendirian setiap malam. Kau bisa bayangkan betapa…yah…gembiranya aku saat
itu. Namun, kau belum menikah. Jadi, kau belum bisa merasakan betapa hangat dan
menyenangkan ketika kau pulang bekerja dan menemukan…ah istrimu sedang menunggu
di rumah!”
Temanku, Vikhlyenev, memaparkan kehidupan pernikahan yang
menyenangkan. Lalu ia menyeka keringat di dahinya dan kembali bercerita.
“Ninochka mengira akan menyenangkan menghabiskan malam
bersamaku. Ya, kau tahu bukan, bahwa aku adalah orang yang sangat membosankan
dan jauh dari cerdas. Takkan menyenangkan untuk jalan bersamaku. Aku selalu
bersama dengan kertas-kertas kerja dan asap rokok. Aku bahkan tak pernah
bermain keluar, berdansa, atau berkelakar. Dan kau pasti tahu benar bahwa
Ninochka adalah orang yang menyenangkan. Juga masih sangat berjiwa muda.
Bukankah begitu?”
Lanjut Vikhlyenev lagi.
“Ya, ah aku mulai menunjukkan hal-hal kecil, foto-foto serta
hal lainnya. Aku juga menceritakan beberapa cerita…dan tiba-tiba aku teringat
surat-surat yang aku simpan lama di mejaku. Beberapa surat tersebut isinya
sangat lucu. Waktu aku masih sekolah aku punya teman yang pandai menulis surat.
Jika kau membacanya maka perutmu pasti sakit karena tertawa terbahak-bahak!
Kuambil surat itu dari dalam meja dan mulai membaca satu per satu untuk
Ninochka. Pertama, kedua, ketiga, dan semuanya berantakan. Hanya karena satu
surat di mana ia membaca kalimat: salam manis dari Katya. Istriku yang
cemburu itu kalimat-kalimatnya seperti pisau yang tajam dan Ninochka seperti
Othello dalam pakaian wanita!”
“Pertanyaan-pertanyaan
yang tak menyenangkan memenuhi kepalaku: siapa Katya, bagaimana dan mengapa. Kucoba
terangkan pada Ninochka bahwa dia adalah masa laluku, cinta pertama pada masa
mudaku, sangat mustahil melekat di ingatanku karena tak ada yang penting untuk
diingat. Setiap orang di masa mudanya memiliki seorang “Katya”. Itu kataku
mencoba menjelaskan pada Ninochka dan sangat mustahil jika seseorang tak
memilikinya. Namun, Ninochka sama sekali tak mau mendengarkan. Ia membayangkan
yang tidak-tidak! Dan mulai menangis dengan histeris. ’Kau sangat jahat!’ ia
menjerit, ’Kau menyembunyikan masa lalumu padaku! Mungkin saja kau juga
memiliki seseorang seperti Katya saat ini dan kau menyembunyikannya padaku!’
Aku coba dan terus mencoba meyakinkan padanya, namun ia sama sekali tak
mendengar. Logika laki-laki memang tak akan berguna untuk seorang wanita. Akhirnya
aku berlutut memohon maaf. Aku membungkuk dan kau tahu yang dia lakukan? Ia
pergi ke kamar dan membiarkanku di sofa ruang kerja. Pagi itu, ia sinis padaku,
tak mau melihatku dan bicara seakan aku ini orang asing. Dia mengancam akan
pulang ke rumah ibunya dan aku yakin dia akan melakukannya. Aku tahu dia!”
“Oh, bukan cerita yang menyenangkan.”
“Wanita memang tak bisa dimengerti, ya. Ninochka masih muda,
masih hijau, dan sensitif. Tak bisa dikejutkan oleh sesuatu yang meskipun
sangat sederhana. Begitu sulitkah memaafkan meski aku telah sangat memohon, aku
telah berlutut padanya, bahkan aku menangis!”
“Ya, ya, wanita memang sebuah teka-teki yang sangat sulit!”
“Teman, kau punya pengaruh besar bagi Ninochka. Dia sangat
menghormatimu. Dia memandangmu sebagai orang yang berwibawa. Tolong, temuilah
dia! Gunakan pengaruhmu untuk mengatakan bahwa apa yang dipikirkannya itu
salah. Aku sangat menderita. Jika ini terus saja berlangsung aku tak tahu harus
berbuat apa lagi. Tolonglah!”
“Tapi, apakah ini tepat?”
“Mengapa tidak? Kau dan dia berteman sejak kecil. Dia
percaya padamu. Sebagai teman, tolonglah aku!”
Tangisan dan permohonan Vikhlyenev menyentuh hatiku. Dengan
segera aku berpakaian dan menemui istrinya. Kutemui Ninochka di tempat
favoritnya: duduk di sofa dengan kaki menyilang, mengedipkan matanya yang indah
dan sedang tidak melakukan apa-apa. Ketika aku datang ia segera meloncat dan
berlari padaku. Memperhatikan sekeliling, menutup pintu, dan dengan gembira
memeluk leherku. (Pembaca, tentu saja ini tidak salah ketik. Dalam setahun ini,
aku telah berhubungan intim dengan istri Vikhleyenev).
“Pikiran jahat apa yang ada dalam pikiranmu sekarang?”
tanyaku sembari mendudukkan Ninochka di dekatku.
“Apa maksudmu?”
“Lagi-lagi kau menyiksa suamimu. Ia datang padaku dan
menceritakan semuanya.”
“Oh… rupanya dia menemukan orang untuk mengadu!”
“Apa yang sebenarnya terjadi?”
“Ah, tidak begitu penting. Aku sedang bosan semalam dan
merasa kesal karena tak tahu harus pergi ke mana. Karena rasa jengkel aku mulai
meracau tentang ’Katya’. Aku mulai menangis karena rasa bosan, jadi bagaimana
aku bisa menjelaskan kepadanya?”
“Tapi, kau tahu sayang. Itu sangat jahat dan tidak
manusiawi. Dia sangat takut dan terganggu dengan ulahmu.”
“Ah, itu hal yang sepele. Dia sangat suka ketika aku
berpura-pura cemburu, tak ada yang lebih bagus selain berakting cemburu. Tapi,
sudahlah! Lupakan saja. Aku tidak suka kita membicarakan hal ini, aku sudah
menyerah. Kau mau minum teh?”
“Tapi sayang, berhentilah menyiksa dia. Kau tahu bukankah
dia terlihat sangat menyedihkan. Dia menceritakan semuanya padaku, bahwa dia
benar-benar jatuh cinta padamu dan itu sangat tidak mengenakkan. Kontrol
dirimu! Tunjukkan kasih sayangmu. Satu kalimat omong kosong akan membuatnya
sangat bahagia.”
Ninochka cemberut dan merengut, namun beberapa saat ketika
Vikhleyenev datang dengan keraguan yang tergambar jelas di mukanya, Ninochka
tersenyum dan menunjukkan kasih sayang padanya.
“Kau datang di saat yang tepat, waktunya minum teh,” ujar
Ninochka pada suaminya, “Pintar sekali kamu sayang. Tak pernah datang
terlambat. Kau mau dengan jeruk atau susu?”
Vikhleyenev yang tak mengira akan disambut seperti itu,
perlahan-lahan mendekati istrinya. Mencium tangan Ninochka dengan hangat serta
merangkulku. Pelukan yang aneh dan sangat cepat, membuat aku dan Ninochka
menjadi malu.
“Berkatilah sang pencipta kedamaian!” teriak sang suami yang
bahagia. “Kau telah membuat ia mau mengerti. Mengapa? Karena kau memang
laki-laki sejati. Bisa bergaul dengan banyak orang dan kau tahu titik kelemahan
wanita. Hahaha…aku bodoh sekali! Ketika hanya satu kata yang diperlukan, aku
menggunakan sepuluh kata. Ketika hanya harus mencium tangan istriku, aku
melakukan hal lain. Hahaha…”
Setelah minum teh Vikhlyenev memintaku untuk ke kamar
kerjanya. Menahanku berbicara dan dengan suara lirih ia berucap, “Aku tak tahu
bagaimana berterima kasih padamu, teman. Aku sangat menderita dan tersiksa.
Namun, kini aku luar biasa bahagia, dan ini bukan pertama kalinya kau
menolongku dari masalah yang mengerikan. Teman, kumohon jangan menolak jika aku
ingin memberimu…ini! Lokomotif mini yang kubuat sendiri, aku mendapatkan
penghargaan atas penemuan ini. Ambillah sebagai rasa terima kasihku, juga
sebagai tanda pertemanan kita. Terimalah demi aku!”
Dengan berbagai cara aku menolak pemberian tersebut, namun
Vikhlyenev terus-menerus memaksaku. Mau tidak mau aku harus menerima hadiah
yang sangat berharga itu.
Hari, minggu, bulan pun berlalu. Cepat atau lambat keburukan
akan tersingkap dan diketahui olehnya. Ketika tanpa sengaja, Vikhlyenev tahu
akan semua kebenaran tentang aku dan istrinya. Ia sangat terkejut, pucat,
terduduk di sofa dengan pandangan kosong ke langit-langit tanpa mengucapkan
sepatah kata pun. Ekspresi sakit hati diungkapkannya dengan bahasa tubuh. Ia
berpindah dari satu sofa ke sofa lain dengan perasaan yang sangat menderita
sekali. Gerak-geriknya dipengaruhi oleh kesedihan.
Seminggu kemudian, setelah menenangkan pikiran karena berita
yang amat mengejutkan tersebut, Vikhlyenev datang menemuiku. Kami berdua saling
menghindar dan jengah. Aku mencoba berceloteh tentang kebebasan cinta, egoisme
hubungan perkawinan, dan takdir yang tak bisa dielakkan.
“Bukan itu yang ingin kubicarakan,” katanya memotong,
“Tentang hal itu aku sangat mengerti. Membicarakan perasaan siapa pun tak bisa
disalahkan. Yang aku khawatirkan adalah hal lain. Hal yang sebenarnya tak
berarti. Kau tahu sendiri, aku sama sekali tak mengerti tentang hidup, di mana
kehidupan yang sebenarnya, dan kebiasaan masyarakat yang harus diperhatikan,
misalnya. Aku orang yang benar-benar belum berpengalaman. Jadi, tolonglah
teman! Katakan padaku apa yang harus dilakukan Ninochka sekarang? Tinggal
bersamaku atau dia harus pindah bersamamu?”
Dengan kepala dingin kami membicarakan hal tersebut dan
akhirnya kami menemukan jalan tengah. Ninochka tetap tinggal bersama suaminya,
dan aku bisa menemuinya kapan pun. Karenanya, ia memakai kamar yang ada di
pojok yang dulunya adalah gudang. Kamar itu agak gelap dan lembab, pintu
kamarnya berhubungan langsung dengan dapur. Namun, pada akhirnya Vikhlyenev
menembak dirinya sendiri tanpa menyusahkan orang lain.
Fin
No comments:
Post a Comment