Latar tempat novel “Anak-anak Minyak” karya Imperial Jathee
ini bernama Pangkalan Brandan. Pangkalan Brandan, sebuah nama daerah yang
memang terdengar asing di telinga kita, tapi memiliki nilai sejarah yang harus
diketahui banyak orang. Semasa Pemerintahan Kolonial Belanda, Pangkalan Brandan
menjadi daerah penghasil minyak bumi atau emas hitam pertama di Hindia.
Han,s, kelahiran Gorontalo, memiliki sebuah pengalaman yang
tak terlupakan seumur hidupnya di Pangkalan Brandan dan kota Medan, Sumatera
Utara. Latar belakang cerita ini adalah era jaman Hindia Belanda.Papanya,
seorang kerani perusahaan minyak Belanda, BPM. Karena itu, Han,s dapat
merasakan pendidikan yang cukup, yaitu HBS di kota Medan. Ini menjadi
keistimewaannya.
Pengalamannya yang menarik terjadi dari Pangkalan Brandan
hingga Medan. Ia begitu tertarik dengan pesona alamnya. Ia mempunyai tiga kawan
di H.B.S, yaitu Thamrin, Rustam, dan Yohan. Ia juga berkenalan dengan gadis
cantik, yaitu Julico dan Lauren,s Kakaknya, seorang gadis Belanda asli. Dengan
tukang cukur, Pak Wursito dari Jawa, ia juga berkenalan. Pak Bilson, seorang
pekerja BPM, juga memberikannya banyak info tentang Jong Bataks dan pergerakkan
pemuda Indonesia lainnya.
Berikut ini, kekaguman tokoh Han,s kepada tokoh Julico,”Kini
kupegang jari-jari tangannya.
Kurasakan begitu halus dengan kuku yang begitu
berwarna putih. Kami berdua mulai bercerita tentang Brandan lagi, tentang
pasirnya yang putih dan debur halus ombak yang biru dengan buihnya. Dulu,
Julico bertanya tentang siapa penemu minyak bumi pertama kali di Brandan
kepadaku. Aku tak bisa menjawab. Jawabnya yaitu Tuan Aeliko Janszoon Zijlker.
Orang yang tak pernah kukenal, tapi menjadi kuketahui gara-gara Julico. Entah,
seperti apa rupanya.”
Karena latar belakangnya Papanya yang di BPM, Han,s pernah
diajak ke pesta-pesta dari perusahaan minyak tersebut. Suatu kali, ada tamu di
BPM, yaitu Tuan Pierre dari Prancis. Tak ada maksud tertentu, ia mengajak Tuan
Pierre jalan-jalan ke Deli hingga merasa prihatin dengan keadaan buruh
perkebunan di sana. Han,s menuliskan sebuah esai tentang keadaan di Deli di
sebuah majalah ternama. Gara-gara tulisannya itu, ia sampai diberi teguran oleh
Ibu Gurunya, Karel dan Direktur sekolahnya, Tuan Russel. Gara-gara esai ini,
Medan juga menjadi bergejolak. “Indonesia adalah nama bangsaku, bukan Hindia,”
kata Han,s suatu ketika.
Kepedulian tokoh Han,s juga muncul terhadap kaum buruh di
Deli di novel “Anak-anak Minyak”, “Ketika itu, kau bilang ini bukan urusan
kita, tapi kurasa kau telah salah karena mereka juga manusia, sama seperti
kita, punya mata dan pikiran. Kata hatiku tak bisa menerima kenyataan itu,”
ucapnya.
Gara-gara esainya di majalah, kota Medan menjadi kian goncang
karena para gerilyawan menjadi begitu geram dengan perlakuan para mandor
perkebunan di Deli. Julico, Medan, dan Pangkalan Brandan menjadi tiga hal yang
berarti dalam hidup Han,s. Bagaimana, ketika Han,s harus meninggalkan
ketiganya? Tidak hanya hatinya yang terluka, tapi juga perasaannya. Yuk segera
baca saja novel ini. Novel “Anak-anak Minyak” bisa didapatkan di
andipublisher.com.
No comments:
Post a Comment