Selain Hobbes, terdapat filsuf lain yang menyinggung mengenai materialisme meski masih sangat samar. Filsuf yang pertama, yaitu De La Mettrie. Dia meyakini bahwa tak akan ada ide bila tak ada penginderaan. Pikiran dan jiwa tergantung pada susunan jasmaniah tubuh kita. Baginya, proses psikologis ditentukan oleh proses fisiologis (lingkungan sekitar). Filsuf yang kedua adalah Condillac. Baginya, penginderaan sebagai asal idea. Kehidupan mental tak lain adalah bangunan penginderaan-penginderaan belaka.
Seiring waktu, seorang filsuf bernama Schopenhauer pun juga mulai menaruh minat pada materialisme. Namun, konteksnya kali ini, dia menggugat idealisme, aliran yang begitu mementingkan kekuatan pikiran, yaitu kenyataan akhir yang sungguh-sungguh nyata itu berada di pikiran, bukanlah benda di luar pikiran kita (materi). Bagi Schopenhauer, dunia fenomenal yang kita alami ini adalah objek bagi subyek. Artinya, dunia fenomenal itu adalah presentasi-presentasi atau gambaran-gambaran mental kita. Presentasi-presentasi itu tersusun secara teratur menjadi sebuah sistem pengetahuan tentang objek dan sistem itu disebut ilmu pengetahuan.
Di samping itu, terdapat seorang filsuf bernama Fuerbach. Dia berpendapat bahwa alam adalah dasar bagi kesadaran, sebab tanpanya mustahil muncul pembedaan itu. Pandangannya ini, dilanjutkan lagi oleh filsuf besar berikutnya, yaitu Marx. Filsafatnya dikenal dengan nama Materialisme Historis. Artinya, kegiatan manusia adalah kerja sosial, bukan pikirannya. Objek indrawi harus dipahami sebagai kerja atau produksi. Berdasarkan asas materialistis, Marx mengandaikan bahwa kesadaran tidak menentukkan realitas, melainkan sebaliknya, realitas menentukkan kesadaran.Realitas material itu adalah cara-cara produksi barang-barang material dalam kegiatan kerja. Kalau masyarakat diandaikan sebagai sebuah bangunan, kegiatan ekonomi menjadi basis atau bangunan bawah, sedangkan kesadaran orang-orang di dalamnya adalah bangunan atasnya. Basis bawah berisi kekuatan-kekuatan produktif, misal alat-alat kerja, pekerja, pengalaman, atau teknologi, sedangkan basis atas berisi hukum, politik, dan bentuk-bentuk kesadaran lain, seperti filsafat, seni, dan agama. Di dalam basis itu, pasti terjadi kontradiksi. Kontradiksi itu semakin lama semakin sulit diatasi sehingga terjadi revolusi. Sejarah inilah yang selalu berisi perjuangan kelas-kelas untuk mencapai kebebasan dari sistem yang menindas dan menghisap.
Hobbes
No comments:
Post a Comment