Wednesday, 9 November 2011

Masa Kecil D.N Aidit di Belitung

Semasa kecil, tokoh PKI ini bernama Achmad Aidit. Lahir 30 Juli 1923, Belitung. Ayahnya bernama Abdullah Aidit, seorang mantri kehutanan (jabatan yang cukup bergengsi kala itu) dan ibunya bernama Mailan. Kedua orangtuanya berasal dari keluarga terpandang: ayah Aidit, anak Haji Ismail, seorang pengusaha ikan yang makmur, sedangkan ibunya  anak dari Ki Agus Haji Abdul Rachman, seorang tuan tanah kaya.

Pergantian namanya dari Achmad Aidit menjadi Dipa Nusantara atau disingkat D.N Aidit karena perhitungan politik, sebab dia mulai membaca resiko sejak fasih meyakini filsafat Marxisme. Sejak saat itu, tak banyak orang mengenal asal-usul Aidit. Keterangan ini didapatkan dari adiknya Murrad.

Karena datang dari kaum terpandang, keluarga ini gampang bergaul dengan polisi-polisi di tangsi, orang-orang Tong hoa di pasar, dan none-none di sebuah perusahaan tambang timah milik Belanda (Gemeenschapelijke Mijnbouw Billiton). Tambang ini hanya 2 kilometer dari rumahnya.

Keuntungan lainnya, anak-anak Abdullah juga gampang masuk ke Holandsch Inlandsche School (HIS). Abdullah mempunyai 4 anak dari Mailan, yaitu Achmad, Basri, Ibrahim (meninggal ketika lahir), dan Murrad, lalu dari Marisah mempunyai 2 anak, yaitu Sobron dan Asahan, total 6 anak. Walau dididik Belanda, anak-anak Abdullah tumbuh dalam keluarga yang rajin beribadah karena Abdullah adalah tokoh pendidikan Islam di Belitung, pendiri Nurul Islam.

Sepulang sekolah, Aidit dan adik-adiknya belajar mengaji. Aidit terkenal sebagai tukang Adzan di daerahnya Belantu karena suaranya yang paling keras. Dari adik-adiknya, Aidit adalah yang paling mudah bergaul, rupa-rupa geng remaja di Belitung, ia dekati. Ada empat geng di sana, yaitu geng kampung (kumpulan anak-anak pribumi), anak benteng (anak polisi), geng Tionghoa (anak dari para pedagang), dan geng Sekak (anak-anak dari keluarga perantau yang sering berpindah).

Karena sering terjadi bau pukul natar geng, Aidit rajin berlatih tinju dan olahraga angkat besi. Suatu hari, Murrad baku pukul dengan anak tangsi dan si bungsu ini emnagdu ke kakak sulungnya. Diam-diam, Aidit melacak musuhnya ini, lalu berkata kepada adiknya, "Kau lawan saja sendiri." Rupanya, Aidit tahu musuh adiknya sebanding dengan adiknya. Meski sering terjadi pertikaian, Aidit akarab dengan geng-geng tersebut karena satun sekolah.

Aidit juga jerap melindungi adik-adiknya, misal  suatu petang Basri bertindak ceroboh, yaitu melepas 15 ekor itik dari kandang. tetapi Aidit yang mengaku melepaskannya karena mengenal dengan murka ayahnya. Sejak petang, Aidit mencari unggas tersebut demi adiknya Basri.


D.N Aidit

Anak Belantu Menjadi Komunis

Semangat anti-Belanda dan perjuangan antikelas ini bermula dari tambang yang jauhnya hanya 2 kilometer dari rumahnya. Selain gemar bergaul dengan remaja seusianya, Aidit juga gemar bergaul dengan buruh di tambang timah Gemeenschapelijke Mijnbouw Billiton. Saban hari, Aidit melihat buruh berlumur lumpur, mandi keringat, dan hidup susah, sedangkan meneer Inggris dan Belanda hura-hura. Barangkali, dari peristiwa yang dilihatnya ini muncul kepeduliannya terhadap ketidakadilan yang menimpa kaum buruh.

Tambang ini menyediakan societet, khusus tempat petinggi perusahaan dan none-none Belanda menonton film terbaru dan menenggak minuman keras, sedangkan buruh tambang hanya bisa menelan ludah dan mengintip bioskop.

Aidit memang tertarik untuk mendalami kehidupan para buruh, tp itu tak mudah, sebab para buruh cenderung tertutup. Sampai suatu saat, Aidit melihat seorang buruh sedang menanam pohon pisang di pekarangan. Achmad menawarkan bantuan. Tertegun sebentar, buruh itu lalu tersenyum dan mengangguk. Aidit lalu mencangkul. Sejak saat itu, ia mulai akrab dengan para buruh, sering mengobrol dan mengudap ketela rebus. Dari kedekatan itulah Aidit memahami kesulitan mereka, juga soal pesta pora petinggi tambang. Kata Murrad, adiknya Aidit, pergaulan dengan kaum buruh inilah yang mengubah pola pikirnya setelah di Jakarta.

No comments:

Post a Comment