Saturday 14 October 2017

Novel Sejarah “Impala-impala Hindia” Diapresiasi PKBSBI,USD


Pusat Kajian Bahasa, Sastra, dan Budaya Indonesia (PKBSBI) dan Program Studi Sastra Indonesia, Universitas Sanata Dharma (USD) sukses melaksanakan kegiatan dalam rangka kuliah umum bertajuk “Apresiasi Budaya terhadap Novel Impala-impala Hindia karya Imperial Jathee”, di ruang seminar auditorium Driyarkara, Kamis (12/10).

PKBSBI memang menjadi salah satu unit di USD dengan tugasnya mengembangkan penelitian bahasa, sastra, dan budaya Indonesia. Kegiatan apresiasi bahasa, sastra, dan budaya memang menjadi agenda rutin tahunannya untuk pengembangan dan penghargaan terhadap hasil budaya.

Dalam makalahnya, Dr Yoseph Yapi Taum meneliti novel Impala-impala Hindia dalam perspektif postkolonial Homi K BhaBha. Pembahasan dalam teori postkolonialnya mencakup: stereotipe, ambivalensi, mimikri, dan hibriditas. Untuk stereotipe, dalam masyarakat jajahan, ia menemukan kutub dikotomis seperti penjajah dan yang dijajah. Untuk ambivalensi, dalam masyarakat jajahan, tokoh Maon berdiri di dua kaki, satu sisi memperjuangkan hak asasi pribumi di sisi lain, bekerja untuk kepentingan Belanda. Untuk mimikri, dalam masyarakat jajahan, tokoh Prawiro Atmodjo pernah menirukan gaya bicara orang Belanda. Terakhir, untuk hibriditas, sebuah peniruan kebudayaan Belanda, tokoh Maon diceritakan memakai pakaian jas sebagai pakaian khas model Eropa.

Untuk makalah Septina Krismawati, SS, MA, ia menemukan adanya kebudayaan Jawa dalam novel Impala-impala Hindia. Dibuktikan penelitiannya di makalah dengan menyebut adanya filosofi Jawa seperti Cokro Manggilingan dan Gusti Kang Murbeng Dumadi. Selain itu, ditemukan bentuk-bentuk sapaan khas orang Jawa seperti pakde, paklik, mbok, le, dll. Yang paling dominan adalah banyaknya nama orang Jawa dalam novel yang ditelitinya.

Penulis novel Impala-impala Hindia yang hadir dalam apresiasi budaya itu pun menjelaskan alasan menulis novelnya karena ingin memiliki tokoh-tokoh monumental, misalnya seperti tokoh Srintil dalam Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari, tokoh Lantip dalam Para Priyayi karya Umar Kayam, tokoh Minke dalam Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer dan tokoh Teto dalam Burung-burung Manyar karya RomoMangun Wijaya. Keinginan itulah yang menjadi dasar untuk menulis novelnya setebal 818 halaman.

Sesi tanya jawab pun begitu meriah karena antusiasnya para mahasiswa Sastra Indonesia yang begitu tertarik dengan acara rutin PKBSBI USD ini. Di akhir acara, penghargaan dan door prize diberikan kepada peserta dan para pengisi acara Apresiasi Budaya dari PKBSBI ini.

No comments:

Post a Comment